Genosida di Bosnia

Wednesday 12 May 2010


PENDAHULUAN
Genosida atau pembantaian massal adalah sebuah pemusnahan besar – besaran secara sistematis yang dilakukan terhadap suku bangsa atau kelompok tertentu dengan maksud menghilangkan populasi mereka dari suatu wilayah. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia bernama Raphael Lemkin pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule In Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serikat.[1] Sumber lain juga menyatakan, genosida ialah salah satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yuridiksi International Criminal Court.


Pembantaian massal yang terjadi di Bosnia – Herzegovina merupakan salah satu dari banyak contoh genosida yang telah terjadi selama ini. Peperangan yang berawal dari perbedaan cara pandang mereka dalam memahami keyakinan dan kepentingan satu sama lain berujung pada peristiwa pembantaian massal yang dilakukan oleh tentara Ultra nasionalis Serbia terhadap etnis Bosnia yang mayoritas Islam. Ketika peperangan berlangsung banyak dari tentara Ultra nasionalis yang melakukan kekejaman tiada tara seperti pembunuhan terhadap penduduk sipil (terutama warga Muslim), pemerkosaan massal, pemindahan penduduk secara paksa, dan pengerusakan fasilitas umum.
Dalam bukunya yang berjudul The First Casuality Philip Knightley berujar : “Korban pertama perang adalah kebenaran, pihak yang saling baku bunuh selalu berprinsip bahwa alasan mereka berada di garis depan adalah untuk membela kebenaran’’. Pembantaian penduduk sipil di Bosnia telah menjadi saksi sejarah yang teramat penting dan menyakitkan bagi umat Islam di dunia, lalu mengapa hal yang amat biadab tersebut dapat terjadi ? suatu pertanyaan yang akan penulis bahas dalam halaman selanjutnya.

AWAL DARI SUMBU KONFLIK
Empat abad yang lalu semenanjung Balkan khususnya wilayah Yugoslavia berhasil di rebut oleh Kesultanan Turki Ustmani dari pihak suku – suku lokal yang mayoritas beragama Kristen Ortodoks. Dengan keberhasilan invasi militer Kesultanan Turki Ustmani di wilayah itu, maka di mulailah imigrasi berbagai kelompok Kristen Ortodoks ke arah kawasan utara Balkan. Para imigran Kristen Ortodoks ini menetap bersama sebagian besar penduduk kawasan tersebut yang telah beragama Islam meski sebagai pengungsi.
Perselisihan antar etnis di wilayah Yugoslavia mulai muncul ketika imperium Kesultanan Turki Ustmani mulai melemah di semenanjung Balkan pada akhir abad ke 19. Kawasan Bosnia dan Kosovo menjadi titik awal ketegangan di wilayah Yugoslavia sepeninggal penguasa mereka Kesultanan Turki Ustmani. Etnis Serbia dan Bulgar berpandangan bahwa etnis Bosnia merupakan orang – orang yang terpaksa memeluk agama Islam di bawah pemerintahan Kesultanan Turki Ustmani, etnis Serbia yang terkenal militan percaya bahwa merekalah penduduk asli Yugoslavia dan umat Islam merupakan perampas tanah air mereka.
Pada tahun 1912 ketersinggungan yang mengakibatkan kepahitan di Balkan telah menciptakan suatu ketegangan yang siap untuk meletus. Dominasi panjang Kesultanan Turki Ustmani atas wilayah Balkan khususnya Yugoslavia tidak bisa lagi dipertahankan. Di dorong oleh Czar Rusia yang menganggap dirinya sebagai pelindung dari etnis Serbia dan Bulgar Ia menginstrusikan untuk membentuk Liga Balkan pada tahun 1912. Pembentukan organisasi tersebut terjadi akibat etnis – etnis yang beragama Kristen Ortodoks yang mayoritas bersuku bangsa Slav diperlakukan tidak manusiawi oleh pemerintahan Kesultanan Turki Ustmani di wilayah kekuasaan mereka.[2] Konflik tersebut akhirnya berujung pada peperangan antara Kesultanan Turki Ustmani dan Liga Balkan selama satu tahun.
Perjanjian Bucharest tanggal 10 Agustus 1913 akhirnya mengakhiri perang tersebut dimana Kesultanan Turki Ustmani kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaanya di semenanjung Balkan. Akhirnya para pemimpin Kesultanan Turki Ustmani mempertahankan Adrianopel sebagai benteng pertahanan terakhir mereka. Sementara itu dengan melemahnya kekuatan Kesultanan Turki Ustmani di semenanjung Balkan membuat etnis Serbia semakin kuat posisinya di wilayah Yugoslavia.
Dengan berakhirnya pasang surut ini, umat Islam di wilayah Yugoslavia yang mayoritasnya tinggal di Bosnia, Albania, dan Kosovo berusaha untuk memelihara identitas Islam mereka secara total dan menyatu dengan identitas sosialnya (etnis). Namun pada kenyataannya memelihara ke-Islaman mereka tidaklah mudah, sepeninggal kekuasaan Kesultanan Turki Ustmani dari wilayah Yugoslavia etnis – etnis tersebut kini menjadi kelompok minoritas yang sering menjadi korban penindasan dari etnis mayoritas seperti Serbia.

NERAKA BOSNIA DAN PEMBANTAIAN MASSAL
Pada tanggal 3 Maret 1992 melalui sebuah penyelenggaraan referendum, rakyat Bosnia – Herzegovina menyepakati pemisahan diri mereka dari Yugoslavia dan dalam waktu singkat mendirikan negara Republik Bosnia – Herzegovina. Pemisahan diri Bosnia ini menjadi titik awal dari perang etnis terbesar dalam sejarah Eropa kontemporer. Perang ini timbul akibat kekecewaan etnis Serbia yang bermukim di Bosnia atas hasil referendum sebelumnya. Dukungan terhadap etnis Serbia yang bermukim di Bosnia akhirnya datang dari tentara Ultra nasionalis Serbia di bawah komando Slobodan Milosevic.
Tentara Ultra nasionalis Serbia yang terkenal akan kekejamannya menjadikan kaum Muslim Bosnia sebagai target utama agresi mereka. Ribuan warga sipil Bosnia dibunuh secara membabi buta oleh tentara Ultra nasionalis Serbia setiap harinya. Ratusan perempuan Muslim Bosnia juga menjadi sasaran kebejatan moral tentara tersebut, banyak dari mereka yang diperkosa secara paksa. Akibat kekejaman tersebut rakyat Bosnia mulai bangkit dan mulai melakukan perlawanannya terhadap tentara Ultra nasionalis Serbia.
Serbuan tentara Ultra nasionalis Serbia dari arah timur dan utara semakin mencekik nasib warga sipil Bosnia. Wilayah timur Bosnia sebagian besar telah dikuasai oleh tentara Ultra nasionalis Serbia. Meskipun gerilyawan Bosnia memberi perlawanan yang gigih, bahkan terkadang berhasil merebut kembali kantung – kantung wilayah yang telah dikuasai lawannya, namun dari sudut militer mereka bukan lawan yang seimbang dengan tentara Ultra nasionalis Serbia yang cukup terlatih. Strategi Jendral Ratko Mladic yang menerapkan penyerbuan secara besar – besaran dalam suatu front melebar terbukti efektif mengurung posisi para gerilyawan Bosnia di wilayah pedalaman.
Suatu peristiwa berdarah yang tak akan terlupkan dari memori ingatan kita adalah pembantaian warga Muslim Bosnia di Srebenica oleh tentara Ultra Nasionalis Serbia. Pada tanggal 6 Juli 1995, tentara Ultra nasionalis Serbia dari korps Drina mulai menggempur pos – pos tentara Belanda di Srebenica. Akhirnya tanggal 11 Juli tentara Ultra nasionalis Serbia berhasil memasuki Srebenica. Srebenica yang terletak di wilayah Bosnia timur merupakan zona aman di bawah kendali tentara perdamaian PBB asal Belanda. Disanalah ribuan pengungsi Muslim Bosnia menggunakan daerah tersebut sebagai tempat pelarian dan penampungan sementara.
Anak – anak, perempuan dan orang tua berkumpul di Potocari (wilayah bagian Srebenica) mencari perlindungan dari tentara perdamaian Belanda. Namun ketika tentara Ultra nasionalis Serbia berhasil menyerbu masuk mereka meminta agar tentara perdamaian Belanda segera menyerahkan pengungsi Muslim Bosnia kepada mereka. Terjadi negosiasi antara pihak tentara Ultra nasionalis Serbia pimpinan Jendral Ratko Mladic dengan tentara perdamaian Belanda mengenai pertukaran 5000 pengungsi Muslim Bosnia dengan 14 tentara perdamaian Belanda yang ditahan tentara Ultra nasionalis Serbia. Permintaan itu pun disetujui kedua belah pihak. Tentara perdamaian Belanda lalu meninggalkan Srebenica beserta persenjataan dan perlengkapan mereka. Akhirnya secara sistematis tentara Ultra nasionalis Serbia membantai habis sekitar 5000 pengungsi Muslim Bosnia, dan tentara perdamaian Belanda hanya dapat membiarkan pembantaian keji tersebut.[3]
Perang Serbia – Bosnia berlangsung selama 43 bulan dan telah menewaskan 250.000 lebih warga Muslim Bosnia, dan 1.5 juta lainnya terpaksa hidup dalam pengungsian. Sebagian besar korban pembantaian yang dilakukan oleh tentara Ultra asionalis Serbia di kubur secara massal dalam suatu tempat guna menutupi kekejian mereka dari dunia internasional. Petinggi militer Serbia dan penguasa rezim fasis di Yugoslavia diduga menjadi otak dari semua peristiwa berdarah tersebut. Para tokoh seperti Radovan Karadzic, Ratko Mladic, Milan Gvero dan Soblodan Milosevic adalah arsitek utama genosida di Bosnia – Herzegovina.

PENEMUAN KUBURAN MASSAL
Pada 18 November 2003, para pakar forensik berhasil menemukan kuburan massal yang diduga sebagai tempat penguburan bagi para warga Muslim Bosnia yang dibantai oleh tentara Ultra nasionalis Serbia ketika perang saudara terjadi pada tahun 1992 – 1995. Kuburan massal yang ditemukan pada hari Rabu itu berlokasi di kawasan hutan dan perbukitan dekat kota Zvornik. Sebagian isi kuburan telah diangkat dari tanah berlumpur, isinya terdiri atas ratusan tulang belulang korban dan pakaian – pakaian mereka. Banyak juga ditemukan tengkorak dengan lubang kecil dibelakangnya, diduga mereka adalah korban dari penembakan di bagian kepala.
Para pakar forensik tersebut telah menghasilkan 359 bentuk tubuh manusia yang disusun secara utuh. Para penggali memperkirakan, mereka akan bisa mendapatkan sedikitnya 100 jenazah lagi. Rata – rata para penggali tersebut menemukan para jenazah dengan posisi tangan yang terikat. Di antara tulang belulang korban, bisa dikenali adanya anak – anak kecil bahkan bayi berusia 18 bulan yang juga ikut dikuburkan dalam kuburan massal itu. Pakar forensik dapat menyimpulkan bahwa betapa kejamnya orang – orang yang melakukan pembantaian ketika itu.
Dari data – data yang diperoleh di daerah kuburan massal terebut tertera bahwa korban – korban yang dibantai adalah warga Muslim yang hilang begitu saja setelah tentara gabungan Ultra nasionalis Serbia dan milisi Serbia berhasil menaklukan wilayah Bosnia timur. Kuburan massal di kawasan hutan dan perbukitan dekat kota Zvornik hanyalah kuburan sekunder karena berisi jenazah – jenazah korban yang dikumpulkan dari sedikitnya dua tempat pembantaian.

PERISTIWA BERDARAH YANG SENGAJA DILUPAKAN
Dunia hanya diam ! hal itulah yang terjadi ketika terjadi pembantaian massal terhadap warga Muslim Bosnia oleh tentara Ultra nasionalis Serbia. Banyak opini yang beranggapan bahwa apabila rakyat Bosnia mayoritas beragama Kristen mungkin Barat (AS dan Eropa Barat) tidak akan tinggal diam selama tiga setengah tahun menyaksikan pembantaian massal pada puluhan ribu warga Muslim Bosnia yang dilakukan dengan cara – cara yang sedemikian tragis. Keputusan Mahkamah Internasional membatalkan tuntutan Bosnia kepada Serbia agar bertanggung jawab atas genosida terhadap warga Muslim Bosnia di kota Srebenica memunculkan spekulasi bahwa keputusan tersebut telah diintervensi oleh beberapa pihak yang tidak bertangung jawab.
Penolakan Mahkamah Internasional terhadap kasus genosida warga Muslim Bosnia oleh tentara Ultra nasionalis Serbia amat berbanding terbalik dengan nasib skandal Holocaust. Holocaust adalah genosida yang dilakukan oleh pemerintahan Jerman NAZI terhadap kaum Yahudi Eropa ketika Perang Dunia II. Holocaust pada saat ini telah menjadi hal yang amat sensitif bagi masyarakat Eropa. Oleh karena itu menolak Holocaust dipandang sebagai sikap tidak bermoral. Akhirnya, jika Yahudi mampu menyulap Holocaust sebagai komoditas yang dapat menghasilkan fulus hingga miliaran Dollar, namun di sisi lain Genosida terhadap warga Muslim Bosnia hanya menjadi bukti sejarah yang membusuk di tengah matinya keadilan.

Catatan Kaki
1. Stephane Downing, Holocaust Fakta Atau Fiksi (Yogyakarta : Media Pressindo, 2007) hal.75
2. Samuel Willard, 100 Peperangan Yang Berpengaruh Dalam Sejarah Dunia (Jakarta : Karisma, 2007) hal.168
3. Tim Redaksi, 10 Kisah Genocide (Yogyakarta : Bio Pustaka, 2008) hal.127

DAFTAR PUSTAKA
Downing, Stephen, Holocaust Fakta Atau Fiksi, Yogyakarta : Media Pressindo, 2007.

Fredrickson, George, Rasisme Sejarah Singkat, Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2005

Husaini, Adian, Tinjauan Konflik Yahudi, Kristen, Islam, Jakarta : Gema Insani, 2004

Rudi Hermanto (Pend Sejarah 06)


Share/Bookmark Baca Selengkapnya......