Soekarno dan Pancasila

Saturday 12 June 2010


“Janganlah dikatakan saya ini pembentuk ajaran Pancasila. Saya hanya seorang penggali daripada ajaran Pancasila itu” -Soekarno-

Jika membicarakan sejarah lahirnya Pancasila, maka peran Soekarno tidak dapat dilepaskan daripadanya. Soekarno memiliki peranan besar dalam lahirnya Pancasila hingga dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara. Meskipun ada upaya de-Soekarnoisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru yang bertujuan mengecilkan jasa-jasa Soekarno. Bahkan, sejak tanggal 1 Juni 1970 Kopkamtib melarang peringatan hari lahirnya Pancasila.
Soekarno menyampaikan gagasan Pancasila pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 di gedung Volksraad (sekarang gedung Pancasila). Selain Soekarno, orang-orang yang menyampaikan gagasan mengenai dasar negara adalah M. Yamin yang menyampaikan Lima Asas sebagai dasar bagi Indonesia Merdeka, yaitu Peri-Kebangsaan, Peri-Kemanusiaan, Peri-Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat.. Namun, ketika masa Orde Baru, sejarah lahirnya Pancasila menjadi kontroversial seiring dengan kebijakan pemerintah sebagai upaya de-Soekarnoisasi.

Nugroho Notosusanto dalam bukunya Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pancasila jang Otentik, menuliskan bahwa ada empat rumusan Pancasila, yaitu yang disampaikan M. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, hasil rumusan Tim Sembilan yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945, dan seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Nugroho menyimpulkan bahwa rumusan Pancasila yang otentik adalah rumusan 18 Agustus 1945 karena Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD ’45 dilahirkan secara sah.
Nugroho juga mengatakan bahwa M. Yamin yang pertama kali berpidato tentng Pancasila. Namun, pendapat yang disampaikan oleh Nugroho Notosusanto tersebut sangat berlainan dengan keterangan dari AB Kusuma. AB Kusuma mengatakan bahwa bukan M. Yamin yang pertama kali berpidato menenai Pancasila, namun Soekarno lah yang pertama kali. Sedangkan M. Yamin sendiri mengakui bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila. Selain itu, Mohammad Hatta juga mengakui bahwa Soekarno yang pertama kali berpidato tentang Pancasila.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulannya bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila. Meskipun M. Yamin juga berbicara mengeni dasar negara, tetapi Soekarno lah orang yang secara eksplisit menyampaikan gagasan Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945. Lewat pembicaraan yang panjang oleh para tokoh bangsa Indonesia, akhirnya Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam Pembukaan UUD ’45. Hal yang perlu diingat adalah bahwa Pancasila yang kita kenal sekarang ini berbeda rumusan dan urutannya dengan konsep Pancasila yang disampaikan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Namun, rumusan Pancasila yang sekarang tetaplah hasil gagasan Soekarno dan peranan serta jasanya tetap ada. Peranan Soekarno perihal Pancasila dapat dilihat dari beberapa peristiwa yang terkait, diantaranya ialah ketika ia menyampaikannya pada tanggal 1 Juni 1945, menjadi ketua panitia sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 yang menghasilkan Piagam Jakarta hingga ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945.
Soal peringatan hari lahirnya Pancasila, kita tidak hanya menghargai Soekarno seorang saja. Namun, kita juga harus menghargai para founding fathers yang telah merumuskan gagasan Pancasila yang telah disampaikan oleh Soekarno hingga menjadi Pancasila yang kita kenal sekarang ini. Selain itu, yang harus kita renungkan adalah bagaimana kita memahami dengan benar Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara serta kemudian mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Achmad Seftian, Pend. Sejarah 2008


Share/Bookmark Baca Selengkapnya......

Ketika Buruh Menjadi Sebuah Pengantar

Tuesday 8 June 2010


“Kehidupan buruh tak pernah lepas dari penderitaan yang dibuat dan direncanakan oleh para penindas.”
Buruh adalah penamaan yang diberikan untuk sekelompok kaum pekerja, kuli, petani, pegawai pemerintah, buruh kereta api, perkebunan, industri jasa dan lain-lain.
Begitulah pemakaian istilah buruh atau yang biasa didefinisikan kaum pekerja,saat Indonesia mengalami peristiwa Kolonial pada masa dinasti Belanda. Konotasi buruh mulai terspesialisasi saat negeri ini berada di bawah kepemimpinan Orde Baru, dimana hanya para pekerja pabrik atau pekerja upah harian yang disebut buruh. Hari ini, pemakaian istilah buruh tetap sama dengan istilah buruh pada Orde Baru . Tapi, apapun itu mengenai istilah buruh tetaplah mereka ialah kaum pekerja yang diperkerjakan oleh atasan atau majikan.
Sengketa lahan, minimnya lapangan pekerjaan dan urbanisasi merupakan dampak dari globalisasi yang sekarang terjadi. Indonesia yang belum sepenuhnya tepat disebut sebagai konsep Negara bangsa menjadi negeri ini sebuah pelabuhan imperialisme lama dan imperialisme baru. Ditemukannya alat atau mesin produksi pengganti tenaga manusia membawa dampak sosial ekonomi bagi kaum pekerja dimana mereka yang dulu menggantungkan nasib pada sebuah industri perusahaan kini tergeser lewat mesin produksi yang mampu mewakilkan tenaga manusia dalam membuat suatu hasil produksi barang.

Kelas sosial terbentuk dimana ketika sebuah peradaban membuat tolak ukur kehidupan dengan membedakan jenis kasta pekerjaan dalam dinamika kehidupannya. Perbedaan itu nampak pada kaum pekerja dan para Majikan atau pemilik modal. Kaum pekerjapun terbagi menjadi golongan-golongan yang mengerucut menjadi jurang kehinaan dalam bersosial. Kaum pekerja menengah dimana terdapat mandor/ residen, pegawai pemerintah, guru, dosen, dan para buruh tetap. Kaum pekerja bawah dimana terdapat pembantu, kuli bangunan ,dan kaum pekerja yang di upah harian atau kurang lebih yang menggantungkan nasib pada hari-harinya bekerja. Disinilah terbentuk sebuah pola penindasan antar kelas, entah apa yang membentuk itu.
Dilihat secara histories masalah-masalah sosial atau masalah yang timbul akibat kelas sosial serasa membatasi ruang sosial kaum pekerja dan kaum yang dipekerjakan. Ini pun membawa dampak pada kancah perpolitikan. Globalisasi yang katanya dapat menyatukan ras,golongan dan kelas sosial di dunia ternyata terbalik, globalisasi membawa dampak pada pemusnahan kelas-kelas miskin, maksudnya globalisasi membentuk pola yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Pada era dinasti Belanda dan Indonesia yang saat itu sudah memasuki tahap pembentukkan konsep sebuah bangsa terdapat sebuah “politik etis”. Kegiatan balas budi yang diberikan terhadap koloni. Rakyat Indonesia pada saat itu diberi sedikit ruang untuk berpolitik dan berpendidikan. Sesungguhnya jauh sebelum politk etis kondisi indonesia pun tak jauh dengan adanya politik etis, ini berlandaskan pada sebuah makna yang mana penindasan tetap penindasan, penjarahan terhadap kekayaan sebuah bangsa yang tak terbayar secara adil membuat kesengsaraan yang di akibatkan berbagai macam modus penindasan.
Perjalanan buruh pada saat dinasti belanda tak dapat terpisahkan dengan bentuk pergerakannya. Pergerakan yang mana mereka mereka dari tahun ke tahun sampai pada saat dinasti reformasi tetap menuntut Upah dan kondisi kerja yang layak. Yang membedakan pergerakan buruh pada saat dinasti Belanda yaitu pergerakannya terselip politik yang mana bukan hanya memperjuangkan upah dan kondisi kerjanya tapi pergerakan yang mengupayakan pada pelepasan kerangkeng penjajahan belanda kala itu. Meskipun kapasitor buruh hanya sebagai pemain figuran atau yang tepatnya mereka menjadi pejuang garis depan ketika ada sebuah peperangan, dan buruh kala itu menjadi kartu mati sebuah permasalahan yang dapat ditimbulkan sehingga dapat menajdi sebuah pemberontakkan.
Walhasil revolusi 45 telah menancapkan sang merah putih di atas patung Liberty. Indonesia belum memasuki masa kemerdekaan yang sesungguhnya, itu terdapat pada UUD kita ,yang mana kita baru sampai kedepan pintu gerbang kemerdekaan dan belum sedikitpun kita merdeka dari segala macam bentuk penindasan. Banyak persoalan yang terjadi di negeri tercinta ini, penjajahan kulit putih terhadap kita serta penjajahan produk-produk cina terhadap pasar industri kita dan yang lebih menginjak kita yaitu penjajahan cina kulit hitam (Pribumi menjajah pribumi) yang terjadi di segala bidang dalam sendi-sendi kehidupan kita .Secarik pernyataan yang menegaskan bahwa “besar pasak dari pada tiang“ itulah dinamika yang terjadi pada para kaum pekerja kita yang mana sulit untuk menghidupi diri dan keluarga mereka manakala upah yang mereka terima tidak sesuai dengan kebutuhannya. Mereka pun terbentur pada harga kebutuhan yang tidak selalu stabil yang membuat mereka harus mengurangi jatah susu ubtuk anak mereka dan menggantikan Ubi sebagai nasi, makanan pokok untuk mereka makan sehari-hari.
Sekarang sudah banyak terbentuk sarikat-sarikat buruh yang mana sebelum dikeluarkannya SK Menteri Tenaga Kerja no.5 tahun 1998 hanya Federasi Serekat Pekerja Seluruh Indonsia (FSPSI) yang menjadi sarana organisasi berpolitik bagi para buruh berikut serikat buruh yang terbentuk hanya sebatas cabng-cabang wilayahnya. Adanya serikat buruh tidak dapat berjalan mulus. Serikat yang pada sifatnya sangat rentan dengan perpecahan,kedua adalah perbedaan pada orientasi serikat dan ketiga sifat yang eksklusif. Masalah ke-eksklusifan ini menjadi cirri pokok pada serikat ,ketika buruh memilih berserikat bagi kelompok-kelompok lain seperti golongan intelektual atau kaum pekerja liberal tidak dapat menarik perhatian dan buruh sulit mendapat dukungan bagi perjuangannya. Jikalau ada aliansi-aliansi yang terbentuk antara buruh , nelayan dan petani ,itupun sifatnya dipermukaan saja dan bukan merupakan strategi permanen dan melekat dalam keseluruhan strategi perjuangan mereka. Terkadang ke-ekslusifan terjadi antar sesama serikat yang mana penyebabnya ialah ke-eksistensian mereka pada serikat.
Lalu bagaimana dengan kaum intelektual atau kaum elit menengah seperti kita ini? Ataukah kita menutup dan membutakan mata kita terhadap dinamika kehidupan kaum pekerja yang mana mereka kaum pekerja telah dapat membangun suatu oraganisasi modern serta strategi-strategi pergerakannya dan kita sebagai intelektual hanya menganggap mereka adalah sebagian kecil dari proses terbentuknya suatu globalisasi.Bentuk perjuangan mereka adalah sendi dari pendidikan yang kita dapat. Tidak serta merta mereka terlupakan oleh sejarah kita .Dimana sejarah hanya terdapat peristiwa yang dilakukan oleh orang-orang besar ,orang-orang yang kita anggap “founding father” bangsa kita . Padahal jika berpaling ke esensi sejarah bahwa sejarah ialah peristiwa kemanusiaan yang tidak memandang suatu golongan ,kita seharusnya berkewajiban mengungkap bentuk-betuk peristiwa sekecil apapun yang pernah terjadi pada masa-masa yang pernah terlewati.
Lalu kembali pada dinamika kehidupan buruh , dari masa ke masa hubungan perburuhan antara buruh-majikan seharusnya menjadi hubungan industrial yang harmonis ,dimana posisi buruh dan majikan adalah setara dan keduanya memiliki kepentingan yang sama serta dimana Negara berperan mengayomi keduanya . Menurut Karl Marx, negara adalah tak lain dan tak bukan hanya menjadi alat penindas bagi satu kaum menindas kaum lainnya.


Satrio, Pend. Sejarah 2009


Share/Bookmark Baca Selengkapnya......

Charles Goodyear

Sunday 6 June 2010


Ilmuan yang Tidak Bisa Menikmati Hasil Temuannya

“Seorang pria memiliki alasan untuk menyesal hanya bila ia menabur dan tidak ada yang menuai”

Kata-kata Charles Goodyear di atas mungkin dapat menggambarkan kehidupannya selama ia menjadi ilmuan. Ia harus menerima kenyataan bahwa ia adalah salah seorang penemu yang tidak dapat menikmati hasil dari temuannya. Hal itu terjadi karena hasil penemuannya telah dibajak oleh orang lain. Ia pun meninggal dalam keadaan yang miskin sekali dan terlilit hutang sebesar $200 ribu.
Charles Goodyear lahir pada tanggal 29 Desember 1800 di New Haven, Connecticut, Amerika Serikat. Ia adalah seorang penemu vulkanisasi (proses kimia untuk memperbaiki mutu karet dengan cara mencampur dengan belerang dan memanaskannya). Goodyear mengarang sebuah buku tentang penenmuannya yang terdiri dari 2 jilid dan berjudul Kekenyalan Karet dan Variasinya (1853-1855).

Cita-cita pada saat ia masih remaja adalah menjadi seorang pendeta. Tetapi, ayahnya memilki perusahaan kecil yang memproduksi barang-barang dari besi seperti cangkul, sabit, gergaji engsel pintu dan lainnya. Ketika ia berumur 21 tahun, ia bekerja sebagai karyawan ayahnya. Ia menikah pada umur 24 tahun dengan Clarissa Becher. Dari pernikahannya, Goodyear dikaruniai 7 orang anak. Kehidupan Goodyear sangatlah miskin sehingga ia terpaksa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara meminjam uang dan meminta makanan ke tetangga serta teman-temannya. Akhirnya, ia harus dipenjara karena tidak bisa melunasi hutang-hutangnya.
Pada tahun 1830 dunia sedang mengalami demam karet dan empat tahun kemudian Charles pun tertarik menggeluti dunia karet. Pada waktu itu, ada beberapa perusahaan karet yang memproduksi jas hujan, karet dan selang air karet. Tetapi, cuaca di Amerika sering berubah. Pada musim panas, karet biasanya menjadi lekat, lunak dan kehilangan bentuknya yang semula. Sedangkan pada musim dingin karet itu menjadi kaku dan rapuh. Ia pun berusaha untuk mengatasi sifat buruk dari karet yang tidak tahan terhadap pergantian musim. Berbagai eksperimen pun dilakukan selama tiga tahun. Namun, tetap tidak menemukan hasil. Eksperimen tersebut dilakukannya di dalam penjara. Setelah bebas dari penjara, ia berhutang lagi kepada salah satu temannya untuk melanjutkan eksperimennya. Pada tahun 1837, ia bertemu dengan Nathaniel M. Hayward (1808-1865), bekas karyawan pabrik karet Roxbury. Hayward juga membuat eksperimen dan berhasil menemukan bahwa karet yang dicampurkan belerang tidak akan lekat pada musim panas.
Pada suatu hari, secara kebetulan Goodyear menjatuhkan campuran karet dan belerang ke atas tungku api yang panas. Karena campurannya tidak meleleh, ia pun menjadi sangat heran. Esok harinya, ia dibuat heran lagi karena campuran tersebut berubah menjadi dingin. Campuran tersebut menjadi kedap air, kenyal dan kedap udara. Ketika dipanaskan lagi, karet tersebut menjadi tidak lekat, lunak dan berubah setelah secara kebetulan Goodyear menemukan vulkanisasi. Vulkanisasi berasal dari kata Vulkan, yaitu dewa api dalam agama orang Romawi.
Pada mulanya, Goodyear menamakan penemuannya, karet tahan api. Ia menemukan vulkanisasi pada tahun 1839. Karena proses vulkanisasi begitu sederhana, penemuan Goodyear pun dibajak oleh orang lain. Ia pun harus banyak berhutang untuk memerangi para pembajak yang jumlahnya sekitar 600 orang. Pada tahun 1844, ia akhirnya mendapatkan hak paten dari penemuannya. Tetapi, kemenangan terakhirnya melawan pembajak harus didapatkannya setelah berjuang selama 13 tahun, yaitu antara tahun 1839 sampai dengan tahun 1852. Pada tahun 1851, ia meminjam uang sebesar $30.000 untuk mengadakan pameran internasional di London. Ia memamerkan kursi karet, meja karet, permadani karet dan buku yang terbuat dari karet serta perhiasan dari karet. Empat tahun kemudian, Goodyear meminjam uang lagi sebesar $50.000 untuk mengadakan pameran yang sama di Paris. Bahkan ia mendirikan pabrik karet di Perancis, namun pabrik tersebur mengalami kebangkrutan. Ia pun ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara akibat tidak dapat melunasi hutang-hutangnya.
Setelah keluar dari penjara dan kembali ke Amerika Serikat, ia meminjam uang lagi untuk mendirikan pabrik karet yang divulkanisir. Ia berharap produksi pabriknya laku keras dan menghasilkan banyak keuntungan. Tapi, para pembajak hasil karyanya ikut berlomba mendirikan pabrik dengan produksi yang sama juga. Sebelum menikmati hasil temuannya, Goodyear pun meninggal dunia pada tanggal 1 Juli 1860 di usianya yang ke-60. Orang lain yang membajak hasil karyanya hidup dengan menikmati keuntungan yang berlimpah-limpah. Atas jasanya, nama Charles Goodyear diabadikan sebagai nama perusahaan karet terbesar di Amerika Serikat.

Achmad Seftian, Pend. Sejarah 2008


Share/Bookmark Baca Selengkapnya......