MESIN PENCARI MASSA

Sunday 20 June 2010


“Organisasi ialah referensi empiris mahasiswa menuju ke dunia perbudakan sesungguhnya”

Esensinya mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan di negeri ini. Dan mahasiswa melalui gerakan-gerakan mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis.
Pergerakan mahasiswa sejatinya harus melihat konteks kerakyatan dan tidak selalu terbelit dengan persoalan akademis yang membuat mahasiswa luluh dan melunturkan nilai-nilai kritisnya.

Sejarah telah mencatat bahwa pergerakan mahasiswa terukir menjadi beberapa angkatan dari segelintir tragedi yang telah terekam oleh zaman. Berangkat dari masa pemerintahan hindia-belanda sampai terjadinya sebuah reformasi di tahun 1998. Keadaan ini telah menandakan bahwa mahasiswa tetap pada garis pergerakan dimana pola pergerakan di setiap tempo mengikuti zaman dengan bentuk ketertindasan yang beragam.
Oleh karena itu pergerakan mahasiswa terlahir dari kampus ke kampus dan tidak hanya bergerak dari satu kampus yang hanya membicarakan lokalitas permasalahan tertentu . Pergerakan itu kini dileburkan dalam wadah persatuan yang disebut organisasi. Organisasi ini terdiri dari berbagai jenis gagasan, ada organisasi mahasiswa yang bernafaskan persatuan agama, adapula organisasi yang berdasarkan kesamaan pandangan atau ideologi. Ini semua adalah bukti bahwa pada hakikatnya mahasiswa berusaha mengeksperimentasikan gagasan lewat perjuangan kemahasiswaan.
Pasca kemerdekaan Indonesia telah banyak bermunculan organisasi kemahasiswaan, salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berdiri dua tahun setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaannya. HMI ini bertujuan mempertahankan kemerdekaan dengan konteks masyarakat Islam pada saat itu terpecah belah dalam berbagai aliran keagamaan dan politik. Dan tidak dapat dipungkiri pula bahwa terbentuknya HMI ini merupakan underbouw dari partai masyumi kala itu. Adapula Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sangat kental dengan Nahdatul Ulama (NU), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Forum Kota (Forkot),dan masih banyak lagi organisasi ekstrakampus yang berdiri baik pasca kemerdekaan maupun pra reformasi 1998.
Produk organisasi gerakan mahasiswa antar kampus banyak sekali lahir dan tumbuh setelah masa reformasi. Tidak menutup mata dengan kehidupannya yang telah memasuki Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini. Sedikit beromantisme, kampus eks IKIP ini sempat menjadi pelopor organisasi pergerakan mahasiswa. Kampus ini sempat mengklaim bahwasannya mereka turut andil pula dalam proses terjadinya reformasi. Salah satu alumni yang sempat mengenyam masa reformasi ini berkata, bahwa dulu pernah terjadi pembentukkan persatuan senat mahasiswa se-jakarta di kampus ini yang nantinya mengambil bagian dalam aksi penurunan rezim otoriter Soeharto.
Kini melihat keberadaan UNJ yang notabene menjadi lembaga pencipta guru, menempatkan sebuah posisi pada fungsi dan tujuan organisasi ekstra kampus di UNJ. Mahasiswa yang nantinya akan dididik menjadi calon guru ini, mempunyai berbagai kesibukannya masing-masing. Dari mulai tugas perkuliahan sampai pada kegiatan organisasi di dalam kampus. Menatap dari hal ini, hubungan antara mahasiswa dengan organisasi ekstra kampus ini menjadi sebuah paradoks yang besar tehadap peradaban mahasiswa yang telah memasuki era dehumanisasi ini. Dalih-dalih ingin membawa persatuan dan selalu mengproklamirkan bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, organisasi mahasiswa ekstrakampus yang terdapat di UNJ tidak lain hanyalah menjadi mesin perekrut massa untuk kepentingannya dalam menghegemoni perebutan eksistensi organisasi belaka. Mahasiswa yang tabu akan esensi pergerakan organisasinya masing-masing dibuat bingung dalam keberadaannya di organisasi tersebut.
Kegiatan seminar, pelatihan kepemimpinan dan ceremonial acara pengkaderan menjadi agenda rutin organisasi ekstra kampus di UNJ dalam rangka menarik minat dari mahasiswa UNJ tersebut. Mengangkat isu media untuk dijadikan sebuah wacana pergerakan adalah propaganda untuk membuat ketertarikan pada organisasi tersebut dalam meraih simpati heroik mahasiswa. UNJ yang kini berbenah diri dalam prosesnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU) yang mana esensi BLU turut andil membuat mahasiswa dan calon mahasiswa UNJ menjadi korban komersialisasi ini tidak pernah terangkat menjadi wacana lokalitas pergerakannya. Berbeda seperti organisasi ekstrakampus di luar UNJ yang sering tanggap terhadap permasalahan mahasiswa dan masyarakat baik berupa isu lokal maupun isu nasional.
Romantisme akan keberhasilan salah satu mantan anggotanya dalam menduduki kancah perpolitikan negeri ini ,menjadi motivasi tersendiri bagi para anggota dan calon anggota dalam melihat dan mengukur sebuah organisasi yang layak menjadi kendaraan berorganisasi. Hal inilah yang menjadi kacamata dalam melihat dinamika organisasi ekstra kampus. Mahasiswa hanyalah menjadi tumbal dari mesin-mesin yang kelak akan menjadi penindas baru dipercaturan kekuasaan Indonesia. Mimpi akan mencapai kesuksesan inilah yang selalu menghantui kaum intelektual dalam memilih perahu yang akan membuat mereka berlabuh. Organisasi tak hayal hanyalah menjadi sebuah referensi empiris guna mahasiswa melanjutkan jenjang ke dunia perbudakan sesungguhnya. Mahasiswa yang tidak mempunyai referensi kerja sangat mengandalkan pengalaman-pengalamannya dalam berorganisasi. Inilah dinamika manusia yang berujung pada perebutan faktor produksinya.

Satrio, Pend. Sejarah 2009


Share/Bookmark Baca Selengkapnya......